15 Sept 2011

PENGAMEN


Di sebuah Warung Makan Tegal (WARTEG) terlihat seorang nenek yang meminta-minta. Tetapi jauh sebelum nenek itu muncul di depan warung itu  Aku  memberikan sebatang rokok kepada seorang pengamen Pria yang ada di hadapanku. Setelah mendapat rokok satu batang dariku, pengamen itu kemudian melanjutkan tembangnya di sebelahku duduk. Di sana ada tiga Remaja Putri yang sedang makan siang. Pengamen itu terdengar menyanyikan lagu yang sama ia nyanyikan di depanku tadi. Selesai menyanyi Pria itu menunggu beberapa saat, tentu saja menunggu receh yang akan di keluarkan oleh salah satu Remaja Putri atau ketiganya yang sedang menikmati makan siang di WARTEG itu. Tetapi ternyata ketiga Remaja Putri itu acuh – tak acuh dengan kehadiran Pria itu. Seakan mereka tidak merasakan kehadiran pengamen itu di sekitar mereka makan. Hingga untuk yang ke dua kalinya  Aku mencari sesuatu dalam saku  baju dan celanaku mencari lembaran uang dua ribu rupiah yang tadi pagi  Aku simpan di dalamnya. Tetapi ternyata  Aku  telah memindahkan uang itu kedalam tas yang selalu kubawa.
Sebenarnya Aku tidak berniat untuk membagikan uangku kepada Pria pengamen itu. Tetapi entah mengapa tiba-tiba saja naluriku menggerakkan tanganku untuk berbuat seperti itu. Setelah sedikit mengumpat kepada para remaja putri di depannya, pengamen Pria itu mengucapkan terimakasih kepadaku kemudian ia pergi. Selang beberapa detik kemudian, selepas pria itu pergi datang seorang nenek itu. Ia meminta uang kepada siapa saja yang mau memberikannya. Saat itulah  Aku  baru menyadari bahwa Aku sudah tidak ada uang receh lagi di saku  maupun kantung tasku. Hanya ada selembar lima ribuan dan satu lembar sepuluh ribuan serta satu lembar yang terakhir lima puluh ribu rupiah. Jika saja nenek itu datang bersamaan dengan pengamen tadi maka Aku lebih memilih memberikan uang dua ribu rupiah itu kepada nenek itu, tetapi yang terjadi lain dengan apa yang Aku pikirkan. Nenek itu datang setelah Pria pengamen itu pergi hanya selang beberapa detik saja. Lagi–lagi Aku tidak berniat memberikan nenek itu uang, tetapi entah mengapa seperti saat Pria tadi mengamen di hadapanku, tanganku tiba-tiba mengambil satu lembar uang lima ribuan dari dalam saku ku untuk nenek itu. Setelah itu nenek tadi pergi dengan ucapan terakhir yang Aku dengar. “maturnuwun mas, mugo-mugo tambah rizqi, selamet dunyo lan akhirat”.
Setelah peristiwa di WARTEG itu, kini  Aku  beranjak dengan sepeda motorku menuju kos-kosan yang berjarak sekitar 700 kilo meter.
Di jalanan menuju kos, Aku  memacu motorku dengan kecepatan sedang, entah mengapa hari ini  Aku  merasa tidak seperti biasanya, terasa hari begitu berat untuk apapun yang  Aku  lakukan. Tetapi setelah  Aku  rasa-rasa perasaan penat ini tidak berlangsung sejak pagi tadi, ini baru terasa setelah kejadian di warteg tadi. Entahlah  Aku  jadi hanyut dalam angan yang selelu menuntunku kepada sosok nenek atau pengamen yang kerjaan sehari-harinya keliling jalanan dan singgah di setiap bangunan yang mereka anggap dapat memberinya receh untuk makan dan segala keperluan hidupnya sehari-hari, atau bahkan keluarganya sekalipun.
Sesampainya di kos,  Aku  langsung masuk ke kamar, kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur dengan kaos kaki masih membalut kedua kakiku. Ku pejamkan mata berniat untuk sekedar melepas segala penat yang tiba-tiba saja melekat erat dalam diri ini. tetapi belum ada dua puluh menit  Aku  berada di dalam kamar tiga anak muda dengan masing-masing memegang alat musik kudengar di depan pintu kos mengamen seperti saat  Aku  ada di WARTEG tadi.

**************

No comments:

Post a Comment

Jika postingan ini membantu ANDA, maka
TINGGALKAN KOMENTAR DI KOTAK YANG TELLAH DISEDIAKAN